BeritaHarian24

Energi Terbarukan Indonesia Capai 3,6 GigaWatt

Energi Terbarukan Indonesia Capai 3,6 GigaWatt
Energi Terbarukan Indonesia Capai 3,6 GigaWatt

Energi Terbarukan Yang Sangat Besar Berpotensi Di Miliki Indonesia Menurut Rosan Roeslani Selaku Kepala BKPM Sekaligus Menteri Investasi. Yang mana, ini di harapkan mampu mendukung pencapaian target emisi nol bersih pada tahun 2060. Menurutnya, potensi energi tersebut mencapai 3.677 gigawatt serta berasal dari berbagai sumber energi yang terbarukan. Sumber energi terbarukan tersebut seperti panas bumi, arus laut, biomassa, hidro, energi angin hingga tenaga surya. Dalam sebuah pidato yang ia sampaikan di Jakarta pada hari Selasa, 17 September 2024. Rosan menjelaskan bahwa energi yang di hasilkan dari sumber-sumber ini masih belum sepenuhnya di manfaatkan dengan optimal. Rosan juga menyoroti bahwa meskipun Indonesia memiliki peluang besar untuk memanfaatkan energi terbarukan ini. Namun, pencapaian dalam penggunaan energi ramah lingkungan masih tertinggal dari target yang telah di tetapkan. Saat ini, proporsi energi terbarukan yang di gunakan di Indonesia baru mencapai sekitar 14 persen. 

Padahal, pemerintah telah menargetkan bahwa penggunaan energi terbarukan harus mencapai 23 persen pada tahun 2025. Yang mana, ini berarti bahwa dalam satu tahun mendatang Indonesia harus bisa meningkatkan penggunaan energi terbarukan. Hal ini menunjukkan adanya perlambatan dalam upaya penurunan emisi karbon. Serta, proporsi tersebut memerlukan strategi dan upaya yang lebih signifikan untuk mengejar ketertinggalan dari target-target yang telah di susun. Lebih lanjut, Rosan menekankan pentingnya tata kelola yang baik serta fasilitas pendukung yang memadai. Tentunya ini untuk menarik minat investasi asing di sektor energi terbarukan. Ia menjelaskan bahwa para investor asing akan lebih tertarik untuk menanamkan modal jika Indonesia dapat menyediakan infrastruktur dan regulasi yang mendukung kelestarian lingkungan. 

Rosan memberikan contoh terhadap investor yang berencana memproduksi kendaraan listrik (EV) di Indonesia. Misalnya, mereka menginginkan adanya jaminan bahwa energi yang di gunakan untuk operasional manufaktur tersebut berasal dari sumber energi yang bersih (terbarukan) dan ramah lingkungan. 

Investasi Tersebut Terjadi Di Sektor Energi Baru Dan Terbarukan

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia juga menyampaikan komitmen pemerintah Indonesia untuk menjaga stabilitas investasi China. Investasi Tersebut Terjadi Di Sektor Energi Baru Dan Terbarukan. Hal ini ia sampaikan dalam forum The 7th Indonesia China Energy Forum (ICEF) yang di gelar pada awal September 2024. Bahlil meyakinkan bahwa Indonesia akan terus memastikan iklim investasi yang kondusif agar investasi yang telah di lakukan oleh China dapat berjalan dengan baik dan berkelanjutan. Bahlil Lahadalia menawarkan peluang pengembangan bersama kepada para investor dari Tiongkok. Khusunya para investor dalam sektor energi terbarukan. Dalam acara pembuka, Bahlil menegaskan pentingnya pertemuan tersebut untuk merumuskan strategi yang tepat. Terutama, dalam mengembangkan bisnis bersama di berbagai sektor energi yang potensial. Menurutnya, sektor energi memegang peran penting dalam meningkatkan ekonomi serta memajukan teknologi antara Indonesia dan China. Ia juga menekankan bahwa pemerintah berkomitmen untuk mendukung pengembangan energi yang berkelanjutan. 

Di lanjutkan dengan inovasi teknologi, serta pertumbuhan ekonomi yang sejalan dengan kepentingan bersama kedua negara. Bahlil menganggap transisi energi menuju energi terbarukan sebagai langkah strategis yang perlu di ambil. Yang mana ini untuk memenuhi komitmen global dalam rangka mengurangi emisi karbon. Negara Indonesia, menunjukkan keseriusannya dalam mewujudkan hal ini kepada Pemerintah China dengan menyusun Peta Jalan Emisi Nol Bersih di sektor energi. Peta jalan ini mencakup berbagai inisiatif yang bertujuan untuk mengurangi emisi karbon secara signifikan. Yang mana ini juga membuka peluang besar untuk kolaborasi dengan pihak China. Dalam hal ini, Pemerintah Indonesia menawarkan kesempatan untuk bekerja sama. Terutama mengingat potensi besar sumber daya energi yang ada di Indonesia. Potensi energi terbarukan tersebut seperti PLTA di Kayan yang memiliki kapasitas 13.000 MW. Serta di Mamberamo, Papua, dengan kapasitas 24.000 MW.

Lebih lanjut, Bahlil menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia tidak dapat melakukan upaya ini sendiri. Sehingga melakukan kolaborasi dengan negara lain seperti China menjadi sangat penting. 

Prioritas Dalam Kebijakan Pemerintah Ke Depan

Hilirisasi yang berfokus pada energi hijau terbarukan dan industri ramah lingkungan juga menjadi Prioritas Dalam Kebijakan Pemerintah Ke Depan. Bahlil menekankan bahwa listrik akan menjadi elemen kunci dalam implementasi kebijakan ini. Mengingat peran pentingnya dalam mendukung industri hijau dan energi bersih. Dalam konteks transisi energi menuju energi terbarukan, pemerintah Indonesia telah menyusun roadmap. Roadmap ini bertujuan mencapai netralitas karbon yang mencakup berbagai langkah strategis, baik dari sisi suplai maupun permintaan. Dari sisi suplai, pemerintah memprioritaskan pengembangan energi terbarukan seperti tenaga surya, hidro, panas bumi, dan hidrogen. Selain itu, penghentian secara bertahap penggunaan pembangkit listrik berbasis batubara juga menjadi bagian dari strategi tersebut. Yang mana bersamaan dengan penerapan teknologi rendah emisi seperti teknologi CCS/CCUS. 

Sedangkan dari sisi permintaan, upaya yang di lakukan mencakup penggunaan kendaraan listrik berbasis baterai. Yang mana, peningkatan penggunaan bahan bakar nabati serta penerapan manajemen energi yang lebih efektif. Namun, dalam mencapai pengoptimalan energi terbarukan serta target NZE pada tahun 2060. Indonesia tetap memperhitungkan kondisi dan konteks nasional yang berbeda dengan negara lain. Misalnya, Indonesia masih berupaya mengoptimalkan penggunaan energi fosil yang ada. Hal ini sejalan dengan pengembangan masif infrastruktur energi bersih dan terbarukan yang sedang di lakukan.

Bahlil Lahadalia juga menyatakan bahwa pemerintah sedang melakukan kajian dan perhitungan terkait kebutuhan energi dalam negeri. Serta menghubungkannya dengan situasi geopolitik ekonomi. Dia optimis bahwa kerjasama antara Indonesia dan China dalam kerangka bilateral terus menunjukkan perkembangan yang signifikan. Menurutnya, tidak ada alasan untuk meragukan kolaborasi ini karena kunci utama dalam investasi adalah memberikan rasa aman dan nyaman kepada para investor. Bahlil meyakinkan bahwa Indonesia mampu menawarkan lingkungan yang kondusif untuk investasi, terutama dalam sektor energi. Ke depan, Bahlil menegaskan bahwa kemitraan yang sedang di jalin di sektor energi harus menguntungkan kedua belah pihak. 

Tetap Memperhatikan Regulasi Yang Ada

Pemerintah Indonesia akan membuka peluang seluas-luasnya bagi investor untuk berbisnis di Indonesia terutama dalam hal energi baru terbarukan. Dengan Tetap Memperhatikan Regulasi Yang Ada serta memastikan bahwa semua pihak yang terlibat mendapatkan manfaat yang seimbang dari kerja sama tersebut. Sementara itu, Administrator NEA China, Zhang Jianhua juga menyampaikan pandangan serupa. Pemerintah China melihat prospek yang sangat cerah dalam hubungan bilateral ini. Zhang menyatakan bahwa Indonesia dan China memiliki visi yang sama dalam pembangunan sektor energi, khususnya energi terbarukan. Serta kemitraan strategis yang di bahas dapat memberikan dampak signifikan terhadap pasar energi global. Selain itu, Zhang berharap bahwa transfer teknologi dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia oleh China akan membantu Indonesia dalam memperkuat ketahanan energi domestik. 

Forum bilateral ICEF yang di selenggarakan setiap dua tahun sekali menjadi wadah penting bagi kedua negara untuk membahas isu-isu energi. Forum ini di pimpin oleh Menteri ESDM Indonesia dan Administrator NEA China. Serta telah berlangsung sejak tahun 2002. Pembahasan isu energi baru dan terbarukan terhadap fo Forum ini juga di hadiri oleh sejumlah pejabat pemerintah dan pelaku bisnis dari kedua negara. Hingga saat ini, forum ICEF telah diselenggarakan sebanyak enam kali. Penyelenggaraan ICEF ke-7, dan pertemuan ICEF ke-8 akan dilaksanakan pada tahun 2025 di China, dengan NEA sebagai tuan rumah untuk membahas isu-isu seputar energi serta Energi Terbarukan.

Exit mobile version