BeritaHarian24

Presiden Yoon Absen Di Pembukaan Parlemen

Presiden Yoon Absen Di Pembukaan Parlemen
Presiden Yoon Absen Di Pembukaan Parlemen

Presiden Yoon Suk Yeol Dari Korea Selatan Tidak Menghadiri Pembukaan Resmi Majelis Nasional Ke-22 Pada Senin 2 September 2024. Ini merupakan kejadian pertama dalam sejarah negara itu di mana seorang presiden absen dari acara penting sejak transisi dari kediktaktoran militer ke sistem pemerintahan demokratis pada tahun 1987. Ketidakhadiran Presiden Yoon memicu berbagai spekulasi dan perdebatan di kalangan politikus dan masyarakat. Alasan utama di balik ketidakhadirannya di kaitkan dengan perseteruan yang sedang berlangsung antara pemerintah dan kubu oposisi. Saat ini, parlemen Korea Selatan di dominasi oleh partai oposisi yang sangat vokal dalam menuntut transparansi dan akuntabilitas dari pemerintahan. Mereka menyerukan investigasi menyeluruh terhadap dugaan pelanggaran yang di lakukan oleh beberapa pejabat tinggi serta tuduhan korupsi yang melibatkan anggota keluarga Presiden Yoon. Kondisi politik yang semakin memanas ini menimbulkan ketegangan yang cukup signifikan di antara kedua belah pihak.

Sehingga, ketidakhadiran Presiden di acara pembukaan Majelis Nasional di anggap sebagai bentuk protes atau perlawanan terhadap tekanan dari oposisi. Selain itu, banyak pengamat politik yang berpendapat bahwa absennya Presiden Yoon dari acara tersebut menunjukkan sikap tegasnya dalam menghadapi oposisi. Dalam hal ini yang terus mendesak adanya penyelidikan lebih lanjut. Beberapa anggota parlemen dari kubu pendukung pemerintah menilai tindakan ini sebagai langkah yang strategis untuk menunjukkan bahwa pemerintah tidak akan tunduk pada tekanan politik yang tidak berdasar. Namun, pihak oposisi menganggap ketidakhadiran ini sebagai tanda kurangnya rasa hormat Presiden terhadap proses demokrasi dan kelembagaan parlemen.

Di sisi lain, masyarakata dan media massa terus memantau perkembangan situasi ini dengan penuh perhatian. Banyak yang berharap agar konflik politik ini dapat di selesaikan melalui dialog konstruktif dan bukan dengan aksi saling boikot. Dalam beberapa minggu mendatang, keputusan dan langkah yang di ambil oleh kedua belah pihak akan sangat menentukan arah politik. Serta, juga akuntabilitas pemerintah Korea Selatan di masa depan.

Ketidakhadiran Presiden Yoon

Menanggapi Ketidakhadiran Presiden Yoon, kantor kepresidenan menekankan bahwa sebelum presiden di undang, Majelis Nasional harus terlebih dahulu menormalkan operasionalnya. Hal ini terkait dengan banyaknya tuntutan yang di ajukan oleh parlemen. Hal ini termasuk penyelidikan oleh jaksa khusus dan upaya pemakzulan, yang di anggap berlebihan oleh pihak pemerintah. Seorang pejabat senior kepresidenan menyatakan bahwa menghadiri upacara pembukaan dalam situasi saat ini akan sangat sulit bagi Presiden Yoon. Hal ini mengingat adanya kemungkinan bahwa anggota parlemen akan menyambutnya dengan cercaan dan protes. Selain itu, pejabat terus menyoroti bahwa beberapa anggota parlemen bahkan tidak ragu-ragu untuk menyebut anggota Presiden Yoon sebagai pembunuh. Serta, juga berbagai teori konspirasi mengenai darurat militer terus beredar di Majelis Nasional. Hal ini menciptakan suasana yang tidak kondusif dan penuh ketegangan, yang membuat pemerintah merasa perlu untuk mengambil sikap tegas. Pernyataan ini di sampaikan sebagai tanggapan atas berbagai kritik yang muncul setelah presiden memutuskan untuk tidak hadir.

Di sisi lain, Jo Seoung-lae, juru bicara partai oposisi utama, Partai Demokrat, menilai keputusan Presiden Yoon untuk tidak menghadiri upacara pembukaan menunjukkan sikap arogan dan meremehkan peran penting Majelis Nasional. Hal ini dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap eksekutif. Menurutnya, absennya presiden dari acara penting ini adalah indikasi bahwa pemerintah saat ini tidak menghargai prinsip checks and balances yang merupakan fondasi dari demokrasi. Ketua Majelis Nasional, Woo Won-shik, juga menekankan pentingnya menghormati institusi parlemen.

Dalam pidato pembukaan, ia menegaskan bahwa tidak mungkin mencapai keberhasilan dalam pemerintahan nasional tanpa adanya penghormatan terhadap Majelis Nasional. Ia mengajak semua pihak, termasuk Presiden Yoon dan partai-partai politik. Hal ini untuk bekerja sama dalam menciptakan kondisi yang lebih baik bagi bangsa dan negara. Ini juga mengingat situasi politik yang kian memanas dapat mengancam stabilitas pemerintahan dan kepercayaan publik.

Ketegangan Politik Ini Menyebabkan Penundaan Yang Tidak Di Tentukan

Sidang Majelis Nasional ke-22 di mulai pada 30 Mei, namun memerlukan waktu hingga 95 hari untuk menyelenggarakan upacara pembukaan resminya. Awalnya, upacara pembukaan di jadwalkan pada 5 Juli, tetapi di tunda karena di boikot oleh Partai Kekuatan Rakyat, partai yang berkuasa, akibat sengketa yang intens terkait dengan rancangan undang-undang penyelidikan khusus. Serta, juga sidang pemakzulan untuk Presiden Yoon. Menurut laporan dari Yonhap News Agency, Ketegangan Politik Ini Menyebabkan Penundaan Yang Tidak Di Tentukan hingga pihak-pihak yang berselisih sepakat untuk mengadakan upacara bersamaan dengan di mulainya sesi reguler pertama Majelis ke-22. Parlemen biasanya membuka sesi reguler setiap bulan September, dan sesi ini berlangsung selama 100 hari. Pada sesi reguler ini, berbagai isu penting di perkirakan akan menjadi topik perdebatan semua. Salah satu topik utama yang akan di bahas adalah anggaran pemerntah untuk tahun depan. Hal ini yang di ajukan sebesar 677 triliun won (sekitar 7,8 kuadriliun rupiah).

Anggaran tersebut mengalami kenaikan sebesar 3,2 persen dari tahun lalu. Di sisi lain, Partai Demokrat mendesak adanya pemotongan anggaran yang signifikan. Selain masalah anggaran, anggota parlemen juga di perkirakan akan membahas isu-isu terkait mata pencaharian masyarakat dan undang-undang kontroversial. Di antara undang-undang tersebut termasuk peraturan yang mengatur penyaluran bantuan tunai kepada seluruh penduduk dan usulan aturan yang mewajibkan penyelidikan khusus terhadap kematian seorang marinir. Ketegangan politk ini juga berhubungan dengan ketidakhadiran Presiden Yoon di upacara pembukaan. Pihak kepresidenan mengungkapkan bahwa kehadiran Presiden Yoon akan sangat sulit mengingat potensi sambutan negatif dari anggota parlemen.

Hal ini terjadi di tengah klaim bahwa anggota Presiden Yoon di tuduh terlibat dalam berbagai skandal dan teori konspirasi mengenai darurat militer. Keputusan Presiden Yoon untuk tidak menghadiri acara ini mencerminkan ketegangan yang mendalam dalam politik Korea Selatan dan menyoroti tantangan yang di hadapi oleh pemerintahan dalam menjaga stabilitas dan hubungan dengan parlemen.

Parlemen Oposisi Telah Meminta Penyelidikan

Anggota Parlemen Oposisi Telah Meminta Penyelidikan oleh jaksa khusus terkait tuduhan terhadap pejabat tinggi pemerintah. Militer juga di tuduh menutupi detail mengenai kematian seorang marinir yang tenggelam saat pencarian korban banjir pada 2023. Meskipun rancangan undang-undang penyelidikan telah di ajukan, Presiden Yoon menolah usulan tersebut pada Mei dan Juli. Hal ini menganggap tuduhan tersebut tidak berdasar serta bermotif politik.

Selain itu, oposisi juga menuntut penyelidikan independen terklait klaim bahwa istri Presiden Yoon, Kim Keon Hee, terlibat dalam manipulasi harga saham dan melanggar undang-undang antikorupsi. Hal ini dengan menerima tas tangan mewah dari seorang pendeta Korea-Amerika. Pada bulan Agustus, kantor kepresidenan menuntut permintaan maaf setelah Jeon Hyun-heui, anggota parlemen dari Partai Demokrat, melabeli Kim sebagai pembunuh. Ibu negara juga di kaitkan dengan kematian seorang pejabat senior dari Komisi Anti-Korupsi dan Hak Sipil, yang di laporkan terlibat dalam peninjauan kasus tas tangan.

Oposisi mencurigai bahwa Komisi Anti-Korupsi telah di tekan untuk menutup peninjauan tersebut pada Juni, saat komisi menyimpulkan bahwa undang-undang antikorupsi tidak cukup untuk menghukum pasangan pejabat publik. Kritik juga di tujukan kepada Presiden Yoon atas langkah oposisi yang mengadakan sidang parlemen pada Juli untuk merespons petisi daring yang menyerukan pemakzulan Presiden Yoon.

Exit mobile version