Soeharto, Kenapa Tidak Menjadi Target Penculikan?

Soeharto, Kenapa Tidak Menjadi Target Penculikan?

Soeharto, Kenapa Tidak Menjadi Target Penculikan?

Facebook Twitter WhatsApp Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email Print
Soeharto
Soeharto, Kenapa Tidak Menjadi Target Penculikan?

Soeharto Adalah Presiden Kedua Republik Indonesia Yang Memimpin Selama Lebih Dari Tiga Dekade, Dari Tahun 1967 Hingga 1998. Ia lahir pada 8 Juni 1921 di Kemusuk, Yogyakarta. Sosok yang di kenal sebagai “Bapak Pembangunan” ini memiliki peran besar dalam membentuk arah politik, ekonomi, dan sosial Indonesia pada masanya.

Karier militernya di mulai ketika ia bergabung dengan tentara pada masa pendudukan Jepang. Setelah Indonesia merdeka, Soeharto ikut serta dalam berbagai pertempuran mempertahankan kemerdekaan. Namanya semakin di kenal setelah berhasil menumpas pemberontakan PKI dalam peristiwa G30S tahun 1965, yang kemudian menjadi titik awal naiknya kekuasaan Soeharto.

Pada 1967, Soeharto resmi menggantikan Soekarno sebagai presiden melalui Sidang MPRS. Di bawah kepemimpinannya, lahirlah era yang di kenal sebagai Orde Baru. Fokus utama kebijakannya adalah stabilitas politik dan pembangunan ekonomi. Melalui program Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun), Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat, pembangunan infrastruktur besar-besaran, serta swasembada pangan di tahun 1984.

Namun, di balik pencapaian itu, pemerintahannya juga di warnai dengan berbagai kontroversi. Soeharto di kenal dengan gaya kepemimpinan yang otoriter. Kebebasan berpendapat sangat di batasi, media di kontrol ketat, dan oposisi di tekan. Selain itu, pada akhir pemerintahannya, rezim Orde Baru di tuding sarat dengan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Krisis moneter Asia tahun 1997 menjadi pukulan telak bagi stabilitas Indonesia. Harga-harga melambung, pengangguran meningkat, dan kerusuhan sosial merebak di berbagai daerah. Gelombang demo mahasiswa yang nuntut reformasi akhirnya paksa Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998 setelah 32 tahun berkuasa.

Setelah lengser, Soeharto menjalani masa tua yang relatif tenang meski menghadapi berbagai tuntutan hukum terkait kasus korupsi. Ia wafat pada 27 Januari 2008 di Jakarta dan di makamkan di Astana Giribangun, Solo.

Perjalanan Kariernya Di Mulai Dari Dunia Militer

Soeharto di kenal sebagai presiden kedua Republik Indonesia yang memimpin lebih dari tiga dekade. Perjalanan Kariernya Di Mulai Dari Dunia Militer, lalu berkembang hingga ia menjadi salah satu tokoh politik paling berpengaruh dalam sejarah bangsa.

Soeharto lahir pada 8 Juni 1921 di Kemusuk, Yogyakarta. Setelah menamatkan pendidikan dasar, ia sempat bekerja sebagai pegawai bank sebelum akhirnya bergabung dengan tentara KNIL (Tentara Hindia Belanda). Namun, karier militernya benar-benar berkembang saat masa pendudukan Jepang, ketika ia masuk organisasi militer bentukan Jepang, yaitu PETA (Pembela Tanah Air). Dari sinilah keterampilan militernya terasah.

Pasca proklamasi 1945, Soeharto bergabung dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR), cikal bakal TNI. Ia memimpin berbagai operasi militer, termasuk Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta yang meningkatkan namanya sebagai perwira muda berbakat.

Karier militernya terus menanjak. Pada 1962, Soeharto di percaya memimpin Komando Mandala yang bertugas merebut Irian Barat dari Belanda. Operasi tersebut di nilai berhasil memperkuat posisi Soeharto di mata pemerintah.

Titik balik kariernya terjadi pada 1965. Saat peristiwa Gerakan 30 September (G30S), Soeharto yang menjabat Panglima Kostrad bergerak cepat mengambil alih kendali militer. Ia menuding PKI sebagai dalang, dan berhasil menumpas gerakan tersebut. Aksinya membuka jalan menuju kekuasaan politik.

Tahun 1966, Soeharto memperoleh Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) dari Presiden Soekarno yang memberinya wewenang mengambil langkah keamanan. Dari situ, ia perlahan menggeser posisi Soekarno. Pada 1967, MPRS secara resmi mengangkat Soeharto sebagai Pejabat Presiden, lalu setahun kemudian menjadi Presiden RI kedua.

Sebagai presiden, karier politiknya mencapai puncak. Selama 32 tahun, ia membangun era Orde Baru dengan fokus pada stabilitas politik, pembangunan ekonomi, dan program pertanian. Namun, kepemimpinannya juga di warnai otoritarianisme dan praktik KKN yang akhirnya melemahkan legitimasi pemerintahannya.

Peristiwa Gerakan 30 September (G30S)

Peristiwa Gerakan 30 September (G30S) tahun 1965 menjadi salah satu titik balik penting dalam sejarah Indonesia. Dalam kejadian tersebut, tujuh perwira tinggi Angkatan Darat menjadi target penculikan dan pembunuhan oleh pasukan yang menamakan dirinya “Gerakan 30 September”. Namun, menariknya, Jenderal Soeharto—yang saat itu menjabat sebagai Panglima Kostrad—tidak termasuk dalam daftar jenderal yang di culik. Hal ini menimbulkan banyak pertanyaan dan perdebatan hingga sekarang.

Ada beberapa faktor yang menjelaskan mengapa Soeharto selamat. Pertama, posisi Soeharto saat itu memang bukan bagian dari “Dewan Jenderal” yang di sebut-sebut oleh kelompok G30S sebagai sasaran utama. Dewan Jenderal adalah istilah yang dipakai untuk menyebut sejumlah perwira tinggi yang di duga ingin menggulingkan Presiden Soekarno. Soeharto, meski berpangkat letnan jenderal, tidak di anggap sebagai bagian inti dari kelompok tersebut.

Kedua, Ia di kenal memiliki hubungan yang cukup baik dengan Presiden Soekarno. Hal ini membuat dirinya tidak di pandang sebagai ancaman langsung oleh pihak yang melancarkan operasi penculikan. Tokoh-tokoh yang di culik kebanyakan adalah jenderal yang di anggap kritis terhadap PKI dan memiliki pengaruh kuat di Angkatan Darat, seperti Ahmad Yani dan Nasution (yang selamat dari upaya penculikan).

Ketiga, faktor keberuntungan juga berperan. Malam saat peristiwa berlangsung, Ia sedang berada di rumahnya di Jalan H. Agus Salim, Jakarta, dan tidak menjadi target pasukan Cakrabirawa. Kondisi ini memungkinkan ia bergerak cepat ke markas Kostrad begitu mendengar kabar penculikan para jenderal.

Dari situlah Soeharto kemudian tampil mengambil alih kendali militer dan menumpas gerakan tersebut. Keberadaannya yang tidak di culik justru menjadi pintu masuk menuju kekuasaan. Ia berhasil memosisikan diri sebagai penyelamat negara, yang pada akhirnya mengantarkannya ke kursi Presiden.

Meski masih menyisakan perdebatan dan teori, tidak bisa di pungkiri bahwa fakta Soeharto selamat dari penculikan adalah salah satu faktor penentu lahirnya Orde Baru di Indonesia.

Mengapa Jenderal Soeharto, Yang Kala Itu Menjabat Panglima Kostrad, Tidak Menjadi Target Penculikan

Peristiwa G30S tahun 1965 hingga kini masih menyisakan banyak misteri. Salah satu pertanyaan besar yang kerap memunculkan teori konspirasi adalah: Mengapa Jenderal Soeharto, Yang Kala Itu Menjabat Panglima Kostrad, Tidak Menjadi Target Penculikan seperti para jenderal lainnya?

Salah satu teori populer menyebut bahwa Soeharto sengaja di biarkan tidak di culik karena bukan bagian dari “Dewan Jenderal” yang di anggap mengancam Presiden Soekarno. Namun, sebagian pihak beranggapan hal itu terlalu sederhana, dan ada skenario tersembunyi di balik selamatnya Soeharto.

Teori pertama menyebutkan adanya dugaan bahwa Soeharto sudah mengetahui rencana penculikan sebelumnya. Kedekatannya dengan sejumlah tokoh politik, termasuk kalangan intelijen, disebut-sebut memberinya informasi awal sehingga ia bisa mengantisipasi peristiwa tersebut. Karena itulah, ia tidak berada dalam posisi berbahaya ketika pasukan Cakrabirawa bergerak.

Teori kedua menyoroti kemungkinan adanya keterlibatan Soeharto dalam merancang situasi G30S. Menurut pandangan ini, peristiwa tersebut justru di manfaatkan sebagai momentum untuk melemahkan PKI sekaligus menggeser kekuasaan Soekarno. Fakta bahwa Soeharto bergerak cepat mengambil alih kendali militer setelah peristiwa terjadi sering di jadikan dasar bagi teori ini.

Teori ketiga berhubungan dengan relasi politik. Ada anggapan bahwa Soeharto memiliki hubungan baik dengan Presiden Soekarno maupun sejumlah petinggi militer lainnya. Hal ini membuat dirinya tidak di pandang sebagai ancaman langsung oleh pihak yang melakukan penculikan. Bahkan, ada yang berspekulasi bahwa pasukan G30S memang sengaja tidak menargetkan Soeharto untuk menghindari reaksi keras dari Kostrad.

Walaupun teori-teori konspirasi ini populer dan sering di perbincangkan, sebagian besar tidak memiliki bukti kuat. Banyak sejarawan menilai bahwa selamatnya Soeharto lebih karena posisinya yang tidak di anggap strategis oleh pelaku G30S, di tambah faktor keberuntungan.

Share : Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email WhatsApp Print

Artikel Terkait