Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dan Tantangan Struktural
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dan Tantangan Struktural

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dan Tantangan Struktural

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dan Tantangan Struktural

Facebook Twitter WhatsApp Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email Print
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dan Tantangan Struktural
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dan Tantangan Struktural

Pertumbuhan Ekonomi Menjadi Fokus Utama Indonesia Dalam Menghadapi Tantangan Besar Menuju Pencapaian Target Yang Telah Di Tetapkan. Yang mana meskipun, hal proyeksi global tersebut menunjukkan adanya optimisme. Kemudian, dalam laporan East Asia and Pacific Economic Update edisi Oktober 2024. Bank Dunia memprediksi bahwa ekonomi Indonesia akan tumbuh sebesar 5 persen pada 2024. Serta, pertumbuhan akan naik menjadi 5,1 persen pada 2025. Sehingga, estimasi ini memberikan harapan bahwa Indonesia masih memiliki potensi besar untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Yang mana, meskipun pemerintah menetapkan target lebih tinggi, yakni sebesar 8 persen untuk Produk Domestik Bruto (PDB). Namun, ambisius ini menunjukkan posisi strategis Indonesia di kawasan Asia Pasifik. Seperti yang di ketahui, rata-rata pertumbuhan kawasan di proyeksikan hanya 4,8 persen pada 2024. Serta, menunjukkan pertumbuhan yang melambat menjadi 4,4 persen pada 2025. Meskipun demikian, optimisme ini harus di sertai dengan langkah-langkah strategis. Yang mana, ini untuk mengatasi berbagai kendala struktural.

Seperti yang di ketahui, kendala struktural sering kali membayangi perekonomian nasional. Sehingga, langkah strategis tersebut akan menjadikan pertumbuhan ekonomi dapat di realisasikan secara maksimal. Kemduian, salah satu sektor yang menjadi sorotan dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah sektor manufaktur. Yang mana, Bank Dunia menyoroti bahwa sektor ini mengalami tekanan signifikan dalam beberapa waktu terakhir. Hal ini tercermin dari Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Managers’ Index/PMI). Yang mana, manufaktur Indonesia yang mengalami kontraksi selama tiga bulan berturut-turut dari Juli hingga September 2024. Sehingga, kontraksi ini mengindikasikan penurunan aktivitas manufaktur yang berpotensi menghambat kontribusi sektor ini terhadap pertumbuhan ekonomi.

Lebih lanjut, data menunjukkan bahwa kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB terus mengalami penurunan. Yang mana, penurunan yang terjadi dalam satu dekade terakhir, dari 21,02 persen pada tahun 2014. Kemudian, menjadi 18,52 persen pada triwulan kedua tahun 2024.

Pilar Penting Dalam Mendukung Pertumbuhan Ekonomi

PDB yang mengalami penurunan ini menjadi salah satu indikator penting yang memengaruhi performa keseluruhan perekonomian Indonesia. Yang mana, di sisi lain, tantangan yang memperburuk situasi adalah maraknya pemutusan hubungan kerja massal di sektor manufaktur. Hal ini berdasarkan data Kementerian Tenaga Kerja, sebanyak 32.064 pekerja terkena PHK pada semester pertama 2024. Dengan data tersebut, angka ini menunjukkan peningkatan sebesar 21,45 persen di bandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sehingga, tren ini tidak hanya berdampak pada sektor manufaktur, namun juga menyebar ke sektor petrokimia. Yang mana, ini merupakan salah satu Pilar Penting Dalam Mendukung Pertumbuhan Ekonomi melalui kontribusinya terhadap berbagai industri.

Kemudian, menurut Asosiasi Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia, tingkat pemanfaatan pabrik petrokimia hulu mengalami penurunan. Yang mana, penurunan yang terjadi hingga hanya mencapai 50 persen. Kemudian, inilah menjadi salah satu penyebab utama gelombang PHK yang terjadi di sektor tersebut. Selain itu, upaya untuk menarik investasi yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi juga menemui berbagai kendala. Yang mana, Inaplas mencatat adanya komitmen investasi senilai Rp437 triliun di sektor petrokimia. Namun, komitmen ini belum terealisasi akibat ketidakpastian pasar domestik dan kebijakan pemerintah yang belum memadai. Seperti contoh, kebijakan terkait insentif harga gas bumi serta insentif fiskal seperti tax holiday masih belum memiliki kejelasan hukum. Sehingga, ketidakpastian ini semakin di perparah oleh penurunan performa industri tekstil. Yang mana, ini merupakan salah satu pengguna utama produk hulu petrokimia.

Kemudian, data menunjukkan bahwa tingkat pemanfaatan industri tekstil saat ini berada di bawah 50 persen. Bahkan, banyak pabrik yang terpaksa menghentikan operasionalnya. Sehingga, dampaknya terlihat pada penerimaan pajak pertambahan nilai atas produk tekstil pada 2023 dan 2024. Yang mana, dampak ini sendiri mengalami sedikit penurunan nilai. Selanjutnya, dalam konteks pertumbuhan ekonomi, penting untuk menyadari bahwa sektor petrokimia memiliki peran strategis. Yang mana, sektor ini sendiri tidak bisa di abaikan begitu saja.

Menciptakan Iklim Industri Yang Lebih Kondusif

Menurut Ikhsan Adhi Prabowo, Ahli Madya di bidang Hilirisasi Minyak dan Gas Bumi dari BKPM. Yang mana, Adhi Prabowo menyebutkan bahwa sektor petrokimia adalah salah satu pilar utama yang mendukung banyak industri lainnya. Oleh karena itu, langkah-langkah yang konkret di perlukan untuk mendorong investasi baru di sektor ini. Sehingga pada gilirannya, dapat memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Kemudian, strategi ini mencakup peningkatan kapasitas produksi dalam negeri, pengurangan ketergantungan pada produk impor, dan penguatan rantai pasok domestik. Selanjutnya, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian telah merumuskan sejumlah strategi. Yang mana, strategi ini untuk Menciptakan Iklim Industri Yang Lebih Kondusif guna mendukung pertumbuhan ekonomi.

Kemudian, sebagai satu langkah yang tengah di garap adalah pengembangan neraca komoditas. Ini memungkinkan pemerintah memantau data suplai dan permintaan secara akurat. Direktur Industri Kimia Hulu Kemenperin, Wiwik Pudjiastuti, menjelaskan bahwa sistem ini dapat di gunakan untuk mengidentifikasi peluang pengurangan impor produk petrokimia. Sehingga, langkah ini akan membantu memperkuat industri dalam negeri. Berdasarkan data Kemenperin, kapasitas produksi nasional untuk olefin mencapai 9,72 juta ton, aromatik sebesar 4,61 juta ton, dan produk C1 metanol serta turunannya sebanyak 980.000 ton. Dengan memperkuat rantai pasok ini, sektor petrokimia di harapkan mampu memberikan kontribusi. Yang tentunya lebih besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Kemudian dalam jangka panjang, terdapat peluang besar melalui proyek investasi baru di sektor petrokimia. Yang mana, proyek investasi senilai US$34 miliar hingga tahun 2030 telah terjadi. Hal ini termasuk dari PT Lotte Chemical Indonesia dan Petrokimia Gresik. Yang di harapkan mampu mulai beroperasi pada 2025.

Di sisi lain, kehadiran proyek ini di perkirakan dapat mengurangi ketergantungan pada impor polipropilena. Yang mana, produk tersebut saat ini masih jauh dari kebutuhan domestik. Sehingga, langkah ini tidak hanya mendukung sektor petrokimia tetapi juga memberikan dampak signifikan pada pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

Di Harapkan Dapat Meningkatkan Daya Saing Industri Petrokimia Domestik

Pemerintah telah mengusulkan pembebasan bea masuk untuk bahan baku petrokimia seperti LPG. Yang mana, bahan baku tersebut saat ini di kenakan tarif sebesar 5 persen. Sehingga, langkah ini merupakan bagian dari penyusunan peta jalan industri kimia dasar. Yang mana, ini bertujuan mendalami struktur industri berbasis minyak bumi, gas, dan batu bara. Kemudian, pemerintah juga memberikan berbagai insentif fiskal seperti tax holiday, tax allowance, dan perpanjangan masa pengkreditan PPN. Hal ini guna menciptakan kondisi yang mendukung investasi di sektor ini. Dengan demikian, semua langkah ini Di Harapkan Dapat Meningkatkan Daya Saing Industri Petrokimia Domestik sekaligus mempercepat laju pertumbuhan ekonomi.

Sektor petrokimia memiliki potensi besar untuk menjadi motor penggerak utama dalam mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan catatan, asalkan strategi yang di rancang dapat di implementasikan secara efektif. Sehingga, keberhasilan upaya ini sangat di tentukan oleh kemampuan semua pihak untuk mengatasi berbagai hambatan yang ada. Tantangan seperti ketidakpastian dalam kebijakan serta rendahnya tingkat utilisasi pabrik harus segera di selesaikan. Hal ini bertujuan agar sektor tersebut dapat memberikan kontribusi yang optimal bagi perekonomian nasional. Dengan sinergi antara pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat. Di harapkan momentum yang kuat dapat tercipta untuk mencapai pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan. Pada akhirnya, upaya ini pada di harapkan mampu secara signifikan mendukung target Pertumbuhan Ekonomi.

Share : Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email WhatsApp Print

Artikel Terkait