Pejabat Bengkulu Di Selidiki KPK Terkait Dugaan Penggunaan Dana “Serangan Fajar” Dalam Pilkada 2024 Yang Memicu Perhatian Publik. Sejumlah pejabat dari Pemerintah Provinsi Bengkulu di panggil untuk di mintai keterangan mengenai aliran dana yang di duga di gunakan oleh mantan Gubernur Rohidin Mersyah dalam upayanya memenangkan pemilihan. Penyelidikan ini di lakukan setelah mencuat laporan yang mengindikasikan bahwa dana tersebut berasal dari beberapa dinas di lingkungan pemerintah provinsi. Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika, menjelaskan bahwa fokus penyelidikan mencakup kronologi permintaan dana dari berbagai dinas, distribusi uang kepada pihak terkait, serta sumber asal dana tersebut. “Semuanya sedang di alami, mulai dari bagaimana uang itu di minta, siapa yang memberikan, hingga bagaimana uang itu di gunakan untuk mendukung pemenangan Rohidin Mersyah”, ujar Tessa pada Selasa, 14 Januari 2025. Menurut Tessa, dana yang terkumpul di gunakan untuk kebutuhan logistik kampanye serta strategi “serangan fajar”.
Hal ini yaitu praktik membagikan uang kepada masyarakat pada malam hari sebelum hari pencoblosan guna mempengaruhi suara pemilih. Praktik ini di anggap sebagai bentuk pelanggaran hukum karena berpotensi mencederai prinsip demokrasi yang seharusnya berlangsung jujur dan adil. Selain memeriksa pejabat terkait, KPK juga menelusuri apakah ada pihak lain yang terlibat dalam pengumpulan dan penggunaan dana tersebut. KPK berkomitmen untuk mengusut kasus ini hingga tuntas. Hal ini termasuk mengidentifikasi semua pihak yang bertanggung jawab. “Kami tidak hanya fokus pada pejabat yang terlibat langsung, tetapi juga pihak lain yang mungkin memiliki peran dalam aliran dana ini”, tambah Tessa.
Kasus ini menjadi perhatian publik, mengingat dampak buruk dari praktik politik uang terhadap kualitas demokrasi di Indonesia. KPK berharap penyelidikan ini dapat menjadi peringatan bagi para pejabat dan kandidat lainnya agar tidak melakukan tindakan serupa di masa mendatang. Masyarakat pun di dorong untuk aktif melaporkan dugaan pelanggaran selama proses pemilu berlangsung.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Memanggil Tujuh Pejabat Bengkulu
Pada Senin, 13 Januari 2025, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Memanggil Tujuh Pejabat Bengkulu dari lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bengkulu untuk memberikan kesaksian sebagai saksi dalam kasus yang tengah di selidiki. Para pejabat tersebut adalah Herwan Antony (Kepala BPBD), Sisardi (Staf Ahli Gubernur Bengkulu), Meri Sasdi (Kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah), Rainer Atu (Kabid SMK pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan), Yasiruddin (Kabid Bina Marga pada Dinas PUPR), Rizki Mangnolia Putri (Kabid Cipta Karya pada Dinas PUPR), dan Hardeni Meidianto (Kabid Pra Bencana BPBD). Juru bicara KPK mengungkapkan bahwa pemeriksaan terhadap tujuh pejabat Bengkulu ini di lakukan di Mapolresta Bengkulu. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menggali informasi lebih dalam terkait dugaan keterlibatan mereka dalam kasus yang mencuat baru-baru ini. “Pemeriksaan di lakukan di Polresta Bengkulu”, ungkap juru bicara tersebut. Menurut laporan fokus utama penyelidikan adalah aliran dana yang di duga berasal dari berbagai dinas di lingkungan Pemprov Bengkulu.
Dana tersebut kabarnya di gunakan dalam praktik “serangan fajar” pada Pilkada 2024, sebuah strategi yang kerap di kaitkan dengan upaya mempengaruhi pemilih melalui distribusi uang atau barang pada malam sebelum pemungutan suara. Praktik semacam ini di anggap sebagai pelanggaran serius terhadap prinsip pemilu yang jujur dan adil. KPK juga berusaha menelusuri lebih lanjut bagaimana dana tersebut di kumpulkan, siapa saja yang terlibat dalam proses penggalangan dana. Serta, juga bagaimana dana itu di alokasikan. Para pejabat Bengkulu yang di panggil di harapkan dapat memberikan keterangan yang membantu proses penyelidikan ini.
Kasus ini menjadi perhatian publik karena melibatkan sejumlah pejabat penting di Bengkulu dan berpotensi mencederai integritas demokrasi di daerah tersebut. KPK berharap, dengan menyelesaikan kasus ini, ada efek jera bagi pejabat lain untuk tidak terlibat dalam praktik serupa.
KPK Berhasil Menyita Sejumlah Barang Bukti
Dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang di lakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Bengkulu, delapan orang pejabat Bengkulu di tangkap. Operasi yang berlangsung baru-baru ini berhasil mengungkap dugaan praktik korupsi yang melibatkan pejabat tinggi di Pemprov Bengkulu. Setelah di lakukan pemeriksaan, KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus ini. Tersangka tersebut adalah Rohidin Mersyah, yang menjabat sebagai Gubernur Bengkulu, Isnan Fajri, Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu, dan Evriansyah, ajudan Gubernur. Dalam operasi tersebut, KPK Berhasil Menyita Sejumlah Barang Bukti yang sangat signifikan. Di antaranya adalah uang tunai senilai Rp7 miliar. Hal ini yang terdiri dari pecahan Rupiah, Dolar Amerika Serikat, dan Dolar Singapura. Uang tersebut di temukan dalam jumlah besar yang menunjukkan adanya dugaan penyalahgunaan kewenangan dalam pemerintahan daerah. Penyitaan uang ini menjadi bukti konkret dalam penyelidikan KPK terhadap pejabat Bengkulu yang terlibat.
KPK menindaklanjuti penangkapan ini dengan pemeriksaan lebih lanjut terhadap para tersangka dan pihak terkait lainnya. Para pejabat Bengkulu yang terlibat di duga menggunakan uang tersebut untuk kegiatan yang bertentangan dengan hukum. Hal ini seperti melakukan tindakan yang merugikan negara. Kasus ini mencuri perhatian publik, mengingat melibatkan pejabat tinggi di lingkungan Pemprov Bengkulu. Kejadian ini menunjukkan betapa pentingnya upaya pemberantasan korupsi untuk menjaga integritas pemerintahan dan mencegah penyalahgunaan kekuasaan di tingkat daerah. KPK di harapkan dapat menuntaskan penyelidikan ini dengan transparan. Sehingga, masyarakat dapat mengetahui secara jelas bagaimana proses hukum di jalankan.
Dengan kejadian ini, di harapkan dapat menjadi pembelajaran bagi pejabat daerah lainnya untuk lebih berhati-hati dalam menjalankan tugasnya. Penyelesaian kasus ini akan menjadi ujian penting bagi KPK dalam membuktikan komitmennya dalam pemberantasan korupsi di seluruh Indonesia. Hal ini khususnya di daerah-daerah yang rentan terhadap praktik korupsi seperti yang terjadi di Bengkulu.
Mengumpulkan Uang Sebagai Modal Kampanye Dalam Pilkada Provinsi Bengkulu 2024
KPK menduga Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, melakukan pemaksaan terhadap bawahannya untuk Mengumpulkan Uang Sebagai Modal Kampanye Dalam Pilkada Provinsi Bengkulu 2024. Dugaan tersebut terungkap setelah Rohidin di duga menyampaikan instruksi melalui Sekretaris Daerah (Sekda), Isnan Fajri. Rohidin meminta Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan di Bengkulu Selatan untuk mencairkan honorarium bagi Pegawai Tidak Tetap (PTT) dan Guru Tidak Tetap (GTT) di seluruh Provinsi Bengkulu. Honorarium tersebut di berikan kepada masing-masing pegawai sebesar Rp1 juta, yang berjumlah total Rp2,9 miliar.
Tidak hanya terkait dengan gaji guru honorer, Rohidin juga di duga membuat ancaman terhadap Kepala (PUPR) Provinsi, Tejo Suroso, untuk mengumpulkan dana sebesar Rp500 juta. Dana yang terkumpul di duga di gunakan sebagai salah satu cara untuk mendukung pencalonannya dalam Pilkada 2024. Tindakan ini mengundang perhatian masyarakat karena melibatkan pejabat tinggi dan berpotensi mencederai integritas. Serta, juga transparansi pemerintahan daerah. KPK terus melakukan penyelidikan untuk mengungkap lebih lanjut keterlibatan pihak-pihak terkait dalam praktik yang di duga melanggar hukum ini. Kasus ini menyoroti pentingnya integritas dalam pemerintahan dan pengawasan terhadap tindakan yang melibatkan Pejabat Bengkulu.