Liam Lawson Pembalap Asal Selandia Baru Akhirnya Membuka Kisah Perjalanannya Hingga Berhasil Duduk Di Kokpit RedBull Menggantikan Ricciardo. Setelah melalui penantian yang melelahkan di pinggir lintasan. Liam Lawson kini dapat menyebut dirinya sebagai pembalap penuh waktu di ajang balap paling bergengsi di dunia ini. Yang mana, ia secara resmi di umumkan menggantikan Ricciardo untuk musim 2025 mendatang. Pengumuman ini memang sudah lama di perkirakan oleh banyak pengamat F1 dan kini akhirnya terkonfirmasi. Menggapai posisi sebagai salah satu dari hanya 20 kursi yang tersedia di F1. Ini merupakan tantangan yang sangat berat bagi Liam Lawson. Namun, tantangan tersebut semakin besar bagi pembalap yang berasal dari belahan bumi selatan. Bagi banyak pembalap dari wilayah ini, upaya untuk mendapatkan pengakuan di Eropa memerlukan perjuangan ekstra. Liam Lawson yang tumbuh dekat dengan sirkuit balap Pukekohe di Pulau Utara Selandia Baru memulai kariernya di dunia balap melalui kompetisi go-kart.
Yang mana, sejak usia muda, ia telah terlibat aktif dalam berbagai balapan lokal. Serta, prestasinya tersebut membawanya ke jenjang yang lebih tinggi dalam kompetisi single-seater domestik. Namun, untuk mencapai puncak dunia balap, seorang pembalap muda seperti Liam Lawson harus merantau ke Eropa. Kemudian, pada usia 16 tahun ia memutuskan untuk pindah dan mengikuti kejuaraan F4 Jerman bersama Van Amersfoort Racing. Langkah tersebut dapat terwujud berkat dukungan sponsor dari Selandia Baru. Meskipun demikian, keberhasilan tersebut tidak di raih tanpa pengorbanan besar dari pihak keluarga. Liam Lawson mengungkapkan bahwa keluarga terutama orang tuanya, melakukan pengorbanan yang luar biasa agar ia terus balapan. Dalam wawancaranya, Lawson menjelaskan bahwa orang tuanya bahkan rela menjual rumah mereka demi mendanai karier balapnya.
Mereka memberikan segalanya agar Lawson bisa terus berlomba. Meskipun, hanya di level go-kart yang biayanya terbilang mahal. Kisah pengorbanan ini serupa dengan yang di alami Oscar Piastri.
Liam Lawson Mengungkapkan Bahwa Ia Tidak Menyelesaikan Pendidikan Sekolah Menengah
Liam Lawson, seperti Piastri yang menghadapi tantangan besar ketika harus tinggal jauh dari rumah di usia remaja. Namun, pengalaman hidup jauh dari keluarga dan merasakan kesulitan di usia muda sering kali menjadi pelajaran penting bagi pembalap asal Australia dan Selandia Baru. Pengorbanan serta kesulitan ini membentuk karakter mereka. Yang mana, kondisi ini memberi ketangguhan mental yang di perlukan untuk menghadapi kerasnya persaingan di Formula 1. Liam Lawson Mengungkapkan Bahwa Ia Tidak Menyelesaikan Pendidikan Sekolah Menengah. Hal ini di karenakan sejak awal dirinya sangat bersemangat untuk mengejar cita-citanya menjadi pembalap F1. Meskipun ada banyak tantangan yang harus di hadapi, namun Lawson tidak pernah meragukan keputusannya. Bahkan, ia tidak pernah terlintas dalam pikirannya untuk pulang ketika tantangan tersebut terasa berat.
Setelah meraih prestasi dengan menempati posisi kedua dalam musim pertamanya di Eropa, Liam Lawson tidak langsung di lirik oleh program junior F1. Tanpa adanya kepastian atau rencana masa depan, ia memutuskan untuk kembali ke Selandia Baru dan mengikuti kompetisi Toyota Winter Series yang terkenal di negaranya. Bagi Lawson, berasal dari Selandia Baru dan berusaha mencari dana untuk berkompetisi di luar negeri adalah tantangan yang sangat besar. Ia mengingat bagaimana dia dan timnya yang terdiri dari sponsor serta investor yang mendukungnya. Yang mana, mereka harus membuat strategi untuk mendapatkan cukup uang guna membiayai perjalanan ke Eropa dan mengikuti satu musim balap di sana. Hal ini bertujuan agar ia bisa menarik perhatian tim junior F1. Jika ia tidak bisa bergabung dengan tim tersebut, maka peluangnya untuk memasuki dunia F1 sangatlah tipis. Selanjutnya, meskipun Liam Lawson menjalani musim yang baik, tidak ada satu pun tim yang memberinya tawaran atau panggilan untuk bergabung.
Karena kondisi ini, ia merasa bingung tentang langkah selanjutnya setelah menyelesaikan kejuaraan di negeri asalnya. Bagi Liam Lawson, impian untuk membalap di kompetisi tersebut selalu menjadi pendorong utama.
Menyadari Bahwa Perhatian Marko Mulai Tertuju Padanya
Keberuntungan berpihak pada Lawson ketika pencari bakat mulai memperhatikan penampilannya di putaran pembuka Toyota Racing Series 2019. Yang lebih mengejutkan lagi, yang mengamati aksinya bukanlah sembarang pencari bakat. Sosok tersebut ialah Helmut Marko yang merupakan figur penting dari RedBull. Marko sebenarnya sedang memperhatikan rekan setim Lawson yang lebih senior, Lucas Auer. Namun, ternyata perhatian Marko terjadi bahkan sebelum Liam Lawson berhasil mengalahkan Auer dan sesama pembalap dari Selandia Baru. Liam Lawson Menyadari Bahwa Perhatian Marko Mulai Tertuju Padanya karena dia dan Lucas Auer sama-sama tampil impresif di akhir pekan pertama balapan. Sehingga, pengalaman tersebut memicu hasratnya untuk menjadi pembalap di tim yang selama ini dia impikan.
Liam Lawson mengenang momen emosional ketika ia menerima kabar penting setelah putaran pertama di Selandia Baru. Yang mana, ia menjelaskan bahwa ia di beri tahu tentang berita tersebut satu atau dua hari setelah akhir pekan balapan. Kabar yang datang pada saat yang tepat tersebut sangat emosional bagi Lawson. Sertam ia merasa bahwa itu adalah penyelamat kariernya. Pada saat itu, hanya tersisa empat minggu dari kejuaraan yang ia ikuti. Dan setelah itu, ia tidak memiliki rencana apapun mengenai langkah selanjutnya dalam karier balapnya. Setelah mendapatkan kabar tersebut, Liam Lawson melanjutkan kariernya di FIA F3 dan F2. Yang mana ia berhadapan langsung dengan pembalap seperti Oscar Piastri. Selain berkompetisi di kursi single-seater, Lawson juga berpartisipasi dalam kejuaraan mobil sport DTM Jerman.
Dengan keikutsertaannya dalam kejuaraan DTM ini, hasil yang berbuah manis dengan posisi runner-up ia raih. Sehingga, pada tahun 2022 ketika ia finis di posisi ketiga dalam kejuaraan F2, ini akhirnya membawanya mendapatkan peran sebagai pembalap cadangan RedBull. Kesempatan besar datang ketika Ricciardo mengalami cedera patah pergelangan tangan saat latihan untuk F1 GP Belanda. Hal ini membuat Lawson mendapat kepercayaan untuk menggantikan pembalap asal Australia tersebut selama lima putaran berikutnya.
Mampu Dan Berhasil Mencetak Poin Dalam Balapan Yang Sangat Menantang
Dengan gaya khas RedBull yang menuntut performa tinggi, Liam Lawson di hadapkan pada pilihan untuk “tenggelam atau berenang”. Meskipun berada di bawah tekanan besar, namun ia Mampu Dan Berhasil Mencetak Poin Dalam Balapan Yang Sangat Menantang di F1 GP Singapura. Penampilan impresif Liam Lawson dalam beberapa balapan tersebut memunculkan dilema bagi RedBull dalam jangka pendek. Yang mana karena Liam Lawson, Tsunoda dan Ricciardo bersaing untuk mendapatkan posisi pada musim 2024. Meskipun pada akhirnya Lawson kembali ke perannya sebagai pembalap cadangan. Namun RedBull pada akhirnya mencari pembalap yang dapat di jadikan masa depan tim. Selanjutnya, ketika menjadi jelas bahwa Ricciardo tidak lagi memenuhi seluruh kriteria yang di inginkan oleh tim. Maka peluang untuk Lawson bertarung dengan Tsunoda guna mengamankan kursi di RedBull pun terbuka lebar.
Setelah segala pengorbanan yang di lakukan oleh keluarga demi memberinya kesempatan di dunia balap. Serta, setelah RedBull menyadari potensi Liam Lawson saat ia hampir menemui jalan buntu dalam kariernya. Dengan berhasil memenangkan kursi di RedBull akan menjadi pencapaian besar. Bahkan, ini seperti sebuah keajaiban ketiga dalam perjalanan menuju puncak karir Liam Lawson.