Masalah Mental Sering Menjadi Tantangan Tambahan Yang Memperburuk Kondisi Kesehatan Dan Pengelolaan Diabetes Pada Pasien. Federasi Diabetes Internasional (IDF) mengungkapkan bahwa sebanyak 77 persen pasien diabetes (penyakit gula darah) mengalami kecemasan, depresi, atau berbagai gangguan kesehatan mental lainnya. Kondisi ini bukan hanya berdampak pada kesejahteraan psikologis mereka, tetapi juga dapat memperburuk manajemen penyakit gula darah itu sendiri. Ketika seseorang mengalami tekanan mental, mereka mungkin kesulitan untuk menjaga gaya hidup sehat. Hal ini seperti pola makan yang teratur, olahraga, atau mematuhi pengobatan. Dr. Ruli Rodandi, Sp.PD-KEMD, seorang spesialis penyakit dalam dan konsultan enokrinologi, menjelaskan bahwa gangguan kesehatan mental memiliki hubungan erat dengan perburukan kondisi penyakit gula darah. Stres kronis, misalnya, dapat meningkatkan kadar hormon kortisol dalam tubuh. Hal ini yang pada akhirnya mempengaruhi pengaturan gula darah.
Ini juga di jelaskan oleh Dr. Rulli dalam acara bertajuk “Perkembangan Terbaru Penanganan Diabetes di Indonesia” yang di adakan di Jakarta pada Kamis, 14 November 2024. Ia juga menekankan bahwa pasien dengan penyakit tersebut yang mengalami depresi cenderung memiliki risiko komplikasi lebih tinggi. Hal ini seperti penyakit jantung dan kerusakan organ lainnya, akibat ketidakmampuan untuk menjaga perawatan diri. Oleh karena itu, dukungan psikologis bagi pasien penyakit gula darah menjadi bagian penting dalam pengelolaan penyakit ini. Kolaborasi antara ahli medis dan psikologi di perlukan untuk membantu pasien mengatasi tekanan emosional sekaligus mengendalikan penyakit gula darah mereka. Selain itu, kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesehatan mental bagi penderita penyakit gula darah perlu di tingkatkan.
Edukasi mengenai hubungan antara stres, kesehatan mental, dan pengeoloaan gula darah dapat membantu pasien dan keluarga mereka untuk lebih memahami pentingnya pendekatan holistik. Dengan memberikan perhatian pada aspek mental dan fisik, di harapkan kualitas hidup pasien dengan penyakit tersebut dapat meningkat secara signifikan.
Masalah Mental Yang Di Hadapi
Masalah mental sering menjadi tantangan yang signifikan bagi mereka yang hidup dengan penyakit gula. Sebuah survei menunjukkan bahwa sebagian besar responden, yaitu 83 persen, melaporkan mengalami stres akibat penyakit gula darah. Selain itu, ada beberapa faktor lain yang turut mempengaruhi tingkat stres mereka, seperti beban dalam mengelola perawatan (73 persen), stigma sosial dan diskriminasi (58 persen), serta rasa takut terhadap jarum suntik (55 persen). Survei ini di lakukan di beberapa negara, termasuk Indonesia, Brasil, India, Pakistan, Afrika Selatan, Spanyol, dan Amerika Serikat, dengan melibatkan ribuan peserta. Hasilnya mencerminkan bahwa tekanan psikologis yang di alami penderita penyakit ini cukup tinggi. Terutama, karena ketidakpastian tentang kondisi kesehatan mereka di masa depan. Masalah Mental Yang Di Hadapi, seperti kecemasan dan depresi, juga dapat memperburuk kemampuan pasien untuk menjalani perawatan dengan konsisten. Hal ini yang pada akhirnya mempengaruhi kualitas hidup mereka.
Saat ini, lebih dari setengah miliar orang di seluruh dunia hidup dengan penyakit gula darah ini. Serta, angka ini terus meningkat. Di perkirakan bahwa pada tahun 2045, satu dari delapan orang di dunia akan terkena kondisi ini. Fakta ini menyoroti pentingnya upaya preventif dan edukasi kesehatan untuk mencegah peningkatan jumlah penderita. Di sisi lain, stigma sosial terhadap penderita juga menjadi persoalan yang perlu di perhatikan. Banyak pasien merasa di kucilkan atau tidak di terima dalam lingkungan mereka karena kondisinya. Hal ini tidak hanya berdampak pada fisik mereka, tetapi juga pada aspek psikolpgis, yang dapat memperburuk masalah mental mereka.
Untuk menghadapi tantangan ini, pendekatan holistik sangat di perlukan. Selain pengobatan medis, dukungan psikologis harus menjadi bagian dari penanganan bagi pasien. Edukasi tentang pentingnya menjaga kesehatan mental dan fisik dapat membantu mereka mengelola kondisi dengan lebih baik. Dengan cara ini, bukan hanya risiko komplikasi yang dapat di minimalkan, tetapi juga kualitas hidup penderita penyakit ini dapat meningkat secara signifikan.
Hormon Kortisol Di Lepaskan Sebagai Respons Tubuh
Masalah mental dapat berpengaruh besar terhadap cara tubuh mengelola insulin dan glukosa. Ketika seseorang mengalami stres, tubuh akan merespons dengan memproduksi hormon kristol, yang bertindak berlawanan dengan insulin. “Insulin berfungsi unuk membantu tubuh dalam menggunakan glukosa sebagai energi dan mengatur kadar gula darah. Kadar gula darah akan meningkat ketika hormon kortisol berada pada tingkat yang lebih tinggi”, ungkap seorang ahli. Hormon Kortisol Di Lepaskan Sebagai Respons Tubuh terhadap tekanan psikologis dan stres. Fungsinya adalah untuk membantu tubuh mengatasi situasi tersebut dengan meningkatkan kadar glukosa dalam darah. Sehingga, tubuh dapat segera memperoleh energi yang di butuhkan. Namun, peningkatan glukosa darah ini akan menyebabkan tubuh untuk memerintahkan hati menghasilkan lebih banyak glukosa. Pada saat yang sama, sel-sel tubh akan menjadi kurang sensitif terhadap insulin. Hal ini yang dapat memperburuk kondisi pasien dengan gangguan metabolisme, seperti penyakit gula darah.
Masalah mental seperti kecemasan dan depresi tidak hanya mempengaruhi kesejahteraan emosional seseorang, tetapi juga berdampak pada pengelolaan penyakit ini. Ketika seseorang merasa cemas atau tertekan, mereka cenderung kesulitan dalam menjaga kebiasaan hidup sehat yang penting untuk mengendalikan penyakit gula darah ini. Hal ini memperburuk kondisi fisik mereka, karena ketidakmampuan untuk mengatur pola makan, berolahraga, atau mematuhi pengobatan yang di rekomendasikan oleh tenaga medis. Pengelolaan penyakit metabolik memerlukan pendekatan yang menyeluruh. Selain perawatan fisik, dukungan psikologis juga sangat di perlukan. Ketika seseorang mengalami masalah mental yang mengganggu keseimbangan emosional mereka, tidak jarang mereka merasa kesulitan untuk memprioritaskan kesehatan tubuh.
Oleh karena itu, penting bagi pasien untuk mendapatkan bantuan dari profesional kesehatan mental guna mendukung pengelolaan penyakit ini secara efektif. Menerapkan gaya hidup sehat yang mencakup perhatian pada kondisi mental serta fisik akan membantu mengurangi risiko komplikasi jangka panjang, seperti penyakit jantung atau kerusakan organ lainnya.
Perawatan Yang Sesuai
Bagi pasien yang diabetes tipe 1, stres dapat menyebabkan fluktuasi kadar gula darah yang lebih ekstrem. Pada penderita diabetes tipe 2, stres dapat memperburuk resistansi insulin, yaitu kondisi di mana tubuh kesulitan menggunakan insulin secara efektif. “Pengobatan untuk kesehatan mental, seperti antipsikotik, dapat memperburuk kondisi pasien yang memiliki gangguan metabolik ini, menyebabkan kadar gula darah menjadi tinggi”, ungkap dr. Rulli. Oleh karena itu, pasien sebaiknya melakukan konsultasi dengan psikiater guna mendapatkan Perawatan Yang Sesuai dengan kebutuhan mereka.
Obat-obatan baru yang di gunakan untuk menangani gangguan mental cenderung tidak meningkatkan kadar glukosa darah pada pasien. Ini penting, karena pengelolaan kondisi metabolik memerlukan perhatian pada keseimbangan fisik dan emosional. Selain pengobatan medis, dukungan mental menjadi hal yang tidak kalah penting. IDF menyarankan agar pasien dengan gangguan gula darah mendapatkan dukungan dari keluarga. Serta, juga tenaga medis yang berkompeten, untuk membantu mereka mengelola kondisi ini dengan baik. Tanpa adanya dukungan yang holistik, baik dari aspek fisik maupun mental, penderita akan lebih rentan mengalami komplikasi lebih lanjut. Pentingnya dukungan fisik dan emosional membantu pasien mengelola kondisi mereka, terutama yang terkait dengan Masalah Mental.